PENGALAMAN MENGIKUTI YSEALI STEM EDUCATION WORKSHOP
PHNOM PENH, CAMBODIA, 28 PEBRUARI – 3 MARET 2018
DILENGKAPI DENGAN PENGALAMAN BURUK YANG HARUS SAYA BAYAR MAHAL,
TAPI SAYA BAGIKAN GRATIS DI SINI :D
Apa itu YSEALI?YSEALI, Young Southeast Asian Leaders Initiative (Inisiatif Pemimpin-pemimpin Muda Asia Tenggara) merupakan sebuah program pengembangan kemampuan kepemimpinan untuk pemuda-pemudi di seluruh negara di Asia Tenggra (Brunei, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Laos, Singapore, Thailand, dan Vietnam) oleh pemerintah Amerika. Menyadari bahwa hampir 65% penduduk ASEAN berusia di bawah 35 tahun, YSEALI berusaha mengembangkan potensi yang luar biasa dari para pemuda dalam mengatasi berbagai tantangan serta untuk mengembangkan kerjasama dan networking di antara para pemuda ASEAN melalui kegiatan workshop di berbagai bidang seperti Pendidikan, Lingkungan, Teknologi, Budaya, Pemberdayaan Perempuan dan bidang lain yang menjadi tantangan dan permasalahan yang dihadapi di Kawasan ASEAN.
Sejak diresmikan pada tahun 2013 oleh Presiden Barack Obama, saat ini YSEALI telah memiliki 100 ribu anggota yang tersebar di 10 negara ASEAN. YSEALI rutin mengadakan kegiatan workshop dengan topik yang bervariasi. YSEALI juga memiliki program fellowship, dimana peserta yang lolos seleksi akan mendapatkan kesempatan tinggal selama 6 minggu di Amerika untuk mengikuti kegiatan pelatihan profesionalisme di bidang masing-masing. YSEALI juga memiliki program Seed Funding, dimana YSEALI mendanai program-program kreatif dan solutif di berbagai bidang oleh para pemuda ASEAN. Kalau kamu ingin tahu lebih detail tentang program-program YSEALI, silahkan kunjungi websitenya disini. |
YSEALI STEM Education Regional WorkshopDidukung oleh Pemerintah Amerika melalui Kedutaan Besarnya di Phnom Phen, Ibukota Kamboja, YSEALI STEM Education Regional Workshop diselenggarakan bersama-sama oleh The Asia Foundation dan STEM Cambodia dari tanggal 28 Pebruari – 3 Maret 2018 bertempat di Hotel Himawari, Phnom Phen, Kamboja. Workshop ini menghadirkan 50 anggota YSEALI yang berusia 18 sampai dengan 25 tahun dari seluruh negara ASEAN untuk mendiskusikan tantangan dan solusi pengembangan Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) di Kawasan ASEAN. Dalam workshop ini, para peserta mendapatkan kesempatan untuk mengikuti workshop dari para pemateri, para professional STEM dari negara-negara ASEAN dan Amerika, mengikuti kunjungan lapangan ke salah satu SMA di Phnom Phen, dan mengunjungi Museum Genosida (Pembantaian Massal) Rezim Pol Pot (sejenis PKI di Indonesia). Para peserta dari berbagai negara ASEAN secara random juga dikelompokkan menjadi 7 kelompok untuk berkolaborasi menciptakan program kreatif dan solutif untuk menjawab 3 tantangan Pendidikan STEM di ASEAN.
|
Proses seleksi YSEALI STEM Education Regional Workshop 2018
Dalam proses seleksi, peserta harus mengupload beberapa dokumen berikut secara online ke website pendaftaran yang disiapkan oleh YSEALI.
|
Cobaan PertamaAnyway, waktu itu juga ada persyaratan yang mewajibkan peserta memiliki Passport. Alhasil, saya sibuk mengurus passport dan menghadapi banyak sekali cobaan. Pertama, setelah menunggu 2 jam dikantor imigrasi Denpasar, tibalah giliran saya dipanggil untuk mengecek dokumen persyaratan pembuatan passport. Eh, tanggal lahir saya di KTP + akta kelahiran (31 Maret 1993) dengan Kartu Keluarga (4 Maret 1993) berbeda. Sebenarnya tanggal lahir saya adalah 4 Maret 1993, tapi akibat keteledoran guru SD saya, di ijazah SD saya tertulis 31 Maret 1993, sehingga semua dokumen saya mengikuti tanggal lahir itu. Nah, di Kartu Keluarga, waktu disensus sama petugas desa, Ibu saya ngasih data kelahiran dari rumah sakit (harusnya dikasi Akta lahir), akibatnya di KK tertulislah tanggal lahir saya 4 Maret 1993, berbeda dengan semua dokumen yang ada. Permohonan pembuatan passport saya pun ditolak mentah-mentah oleh petugas Imigrasi. Petugas itu menyuruh saya memperbaiki data tanggal lahir saya di Kartu Keluarga dulu baru bisa membuat passport.
Waktu itu saya sangat putus asa. Pikiran saya langsung memanipulasi mindset saya bahwa workshop ini bukanlah untuk saya, bukanlah jodoh saya. Malamnya saya telpon Bapak saya meminta dia bertanya ke kantor desa tentang bagaimana prosedur memperbaiki data Kartu Keluarga yang salah. Ini saya lakukan setelah saya baca info di internet tentang ribetnya ngurus kartu keluarga. Kata Bapak saya, menurut pengalamnnya, prosesnya gampang dan cepat. Keesokan harinya Bapak saya datang ke kantor Camat Nusa Penida untuk mengurus kartu KK itu. Dan ternyata kalau mau cepat, kartu KK harus diurus mandiri langsung ke Klungkung (Bali Daratan, harus menyebrang naik speed boat sekitar 30 menit dari Nusa Penida, kampung saya) karena kantor catatan sipil ada disana. Bapak saya hari itu tidak bisa karena dia ada acara di Pura (Bapak saya adalah seorang Pemangku, Pendeta Hindu). Saya juga waktu itu tidak bisa ke Klungkung karena ada kegiatan Rapotan di sekolah. Akhirnya Bapak saya yang berangkat kesana. Dia meminta temannya untuk menggantikannya di Pura. Mata saya berkaca-kaca saat ditelpon dia bilang, Bapak sekarang yang berjuang, ini tanggungjawab Bapak mengurus Kartu KK. Terayata, hari itu (Jumat) kartu keluarga yang baru, belum bisa diambil karena yang harus tanda tangan, baru ada hari Senin. Akhirnya, saya harus menunggu lagi dengan deadline pendaftaran yang semakin dekat. Hari senin pagi, ditemani pacar saya, yang selalu setia menemani saya dalam suka dan duka :D, mengarahkan sepeda motor ke Klungkung (1,5 jam dari Denpasar, tempat saya tinggal). Singkat kata singkat cerita, passport sudah ditangan. Eh, belakangan saya baru tau kalau ternyata passport baru diperlukan kalau sudah lolos seleksi, untuk booking tiket pesawat. Akhirnya waktu itu saya berhasil mengupload semua dokumen sebelum deadline, dan diinformasikan bahwa panitia akan kontak peserta yang lolos tanggal 8 Januari 2018. |
Persiapan Keberangkatan
Tanggal 8 Januari adalah hari yang saya tunggu-tunggu. Liburan tahun baru saya selalu diwarnai dengan harapan bahwa saya akan lolos. Salah satu resolusi tahun baru saya adalah: lolos mengikuti YSEALI STEM Education Regional Workshop. Saya mecari peta negara ASEAN di internet dan mebayangkan seberapa jauh saya akan terbang ke Kamboja dari Bali. Saya cari tahu semua informasi tentang Kamboja dan Phnom Penh di internet. Tanggal 8 Januari akhirnya tiba. Dari pagi sampai malam saya menunggu, tak kunjung ada email yang masuk. Saya buka semua media social YSEALI; facebook, Instagram, website; tapi tak satupun ada informasi tentang kelulusan. Saya mencoba meng-email ketua panitianya, tapi tak ada balasan sampai saat ini.
Akhirnya waktu itu (seperti sebelum-sebelumnya) saya ikhlaskan kalau itu adalah kegagalan saya yang selanjutnya (setelah gagal beasiswa AAS dan beasiswa LPDP dalam negeri dan luar negeri). Satu bulan berlalu, saya sudah lupa semua tentang workshop ini. |
Di suatu sore, pulang dari sekolah, ada email masuk. Isinya seperti gambar di samping. Betapa senang hati saya setelah membaca email itu. Thanks God, this would be another best moment in my life. Walaupun sebenarnya waktu itu agak sedikit takut karena itu akan menja di perjalanan luar negeri pertama saya. Apa yang harus dipersiapkan? Saya banyak membaca artikel tentang itu. Belum lagi nggak enak minta ijin selama hampir seminggu tidak mengajar di sekolah. Saya juga belum tau peserta lain yang lolos, terutama peserta dari Indonesia.
Setelah hari itu, saya terus diemail oleh panitia untuk melengkapi berbagai dokumen pre-workshop, seperti pernyataan menerima/menolak tawaran mengikuti workshop (tentu saja saya terima, hehe), mengupload scan passport, mengupload artikel, berita, atau hasil penelitian tentang kondisi Pendidikan STEM di negara masing-masing, tiket pesawat, asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan, pernyataan akan berlaku baik kepada anak-anak (karena akan mengunjungi salah satu sekolah di Phnom Penh), mempersiapkan lesson plan singkat per negara (15 Menit) tentang “Why I choose STEM career?” untuk dipresentasikan kepada siswa ketika berkunjung ke salah satu sekolah SMA di Phnom Penh; mempersiapkan Cultural Performance; dan mengisi survey Pre-Workshop. H-4 kita (ketujuh peserta dari Indonesia) ada meeting lewat skype dengan Ms Elita Ouk, panitia workshop. Disitulah saya pertama kali ketemu peserta dari Indonesia dan saya langsung buatkan group WA dan mengundang mereka semua. Untuk persiapan presentasi ke sekolah dan cultural performance, hari Minggu H-2, teman-teman yang berangkat dari Jakarta meet up dan berdiskusi tentang itu. Akhirnya kami sepakat untuk: presentasi di sekolah, siswa akan disuruh mendisain jembatan dari bahan spageti kering, dengan sebelumnya mereka ditayangkan video tentang anak-anak Indonesia sulit ke sekolah karena harus mempertaruhkan nyawa menyebrang sungai; untuk cultural performance, akan ditampilkan tari saman, diawali dengan saya mekidung pupuh ginanti, saking tuhu manah guru, a traditional Balinese poem. |
Berdasarkan Travel Initerary tiket pesawat yang dikirimkan panitia, saya akan berangkat ke Kamboja dari Denpasar Bali, jam 7 pagi, hari Selasa, tanggal 27 Pebruari 2018 menuju Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2) Malaysia (3 jam di pesawat); transit di KLIA2 selama 5 jam 10 menit; jam 3 sore baru berangkat ke Phnom Penh (2 jam di pesawat). Pas balik ke Indonesia: berangkat dari Phnom Penh jam 8.35 pagi (waktu di Phnom Penh sama dengan waktu di Bali kurang 1 jam, kayak WIB) menuju KLIA2. Transit di KLIA2 selama 8 jam (ngebayangin aja saya sudah nggak kuat, hehe; dan pada kenyataannya pesawat saya kena delay lagi 1 jam, jadi totalnya transit di sana 9 jam, dan saya trip sendirian, huhu…)
Sebelum berangkat, saya harus tukar uang dulu dari rupiah ke ringgit Malaysia (untuk beli makan selama transit) dan US dollar (karena saya baca di internet, di Kamboja belanja boleh pakai dolar Amerika, dan setelah saya disitu memang benar, US dollar bisa dipakai belanja dimana-mana, walaupun belanja di warung kecil, cuman kalau kembaliannya sedikit, kita akan dikasi uang Riel Kamboja). Waktu itu saya tidak punya uang sama sekali. Tabungan sudah habis untuk daftar beasiswa selama ini (dan gagal) dan bantu orangtua bayar hutang, hehe…. curhat dikit. Saya baru gajian hari senin, tanggal 26 Februari 2018. Saya takut nggak keburu nukar uang nanti, soalnya biasanya gajiannya sampai sore. Tanggal 27 sudah harus berangkat. Beruntung Dayu Winda (adiknya pacar saya) mau minjemin uang dulu (Suksma Dayu, hehe). Hari Minggu saya langsung tukar uangnya di daerah Sanur; 1,5 juta ditukar ke dollar; 500 ribu ditukar ke Ringgit Malaysia. Saya juga harus ngeprint semua worksheet untuk siswa saya (Math and Science Grades 3,4,6,7,8) yang akan saya tinggal selama seminggu. Saya berikan surat waris asuransi kepada pacar saya, kalau-kalau saya kena kecelakaan, sehingga dia bisa dapat uangnya, hehe… (maksudnya dapat uangnya untuk dikasi ke orangtua saya, wkwkwk). Akan tetapi, sialnya, minggu malam saat saya habis mandi, saya gosok handuk keras ke di rambut saya, akibatnya leher saya sakitnya luar biasa (sepertinya sebelumnya sudah ada gejala akan sakit leher akibat stress dan salah tidur). Hari senin saya mengajar dengan kondisi leher yang sakit luar biasa, nggak bisa noleh kiri kanan. Ya Tuhan, kalau deket-deket ada acara, ada saja penyakitnya. Dulu waktu H-1 sebelum mau berangkat wawancara LPDP, sakit gigi luar biasa. Malam sebelum tes IELTS dulu, nggak bisa tidur semaleman. Hadeh…..
Sebelum berangkat, saya harus tukar uang dulu dari rupiah ke ringgit Malaysia (untuk beli makan selama transit) dan US dollar (karena saya baca di internet, di Kamboja belanja boleh pakai dolar Amerika, dan setelah saya disitu memang benar, US dollar bisa dipakai belanja dimana-mana, walaupun belanja di warung kecil, cuman kalau kembaliannya sedikit, kita akan dikasi uang Riel Kamboja). Waktu itu saya tidak punya uang sama sekali. Tabungan sudah habis untuk daftar beasiswa selama ini (dan gagal) dan bantu orangtua bayar hutang, hehe…. curhat dikit. Saya baru gajian hari senin, tanggal 26 Februari 2018. Saya takut nggak keburu nukar uang nanti, soalnya biasanya gajiannya sampai sore. Tanggal 27 sudah harus berangkat. Beruntung Dayu Winda (adiknya pacar saya) mau minjemin uang dulu (Suksma Dayu, hehe). Hari Minggu saya langsung tukar uangnya di daerah Sanur; 1,5 juta ditukar ke dollar; 500 ribu ditukar ke Ringgit Malaysia. Saya juga harus ngeprint semua worksheet untuk siswa saya (Math and Science Grades 3,4,6,7,8) yang akan saya tinggal selama seminggu. Saya berikan surat waris asuransi kepada pacar saya, kalau-kalau saya kena kecelakaan, sehingga dia bisa dapat uangnya, hehe… (maksudnya dapat uangnya untuk dikasi ke orangtua saya, wkwkwk). Akan tetapi, sialnya, minggu malam saat saya habis mandi, saya gosok handuk keras ke di rambut saya, akibatnya leher saya sakitnya luar biasa (sepertinya sebelumnya sudah ada gejala akan sakit leher akibat stress dan salah tidur). Hari senin saya mengajar dengan kondisi leher yang sakit luar biasa, nggak bisa noleh kiri kanan. Ya Tuhan, kalau deket-deket ada acara, ada saja penyakitnya. Dulu waktu H-1 sebelum mau berangkat wawancara LPDP, sakit gigi luar biasa. Malam sebelum tes IELTS dulu, nggak bisa tidur semaleman. Hadeh…..
Cobaan Kedua
Berdasarkan informasi yang saya peroleh, untuk keberangkatan International, kita sudah harus tiba di bandara minimal H-3 jam sebelum keberangkatan. Pesawat saya berangkat jam 7 pagi, berarti jam 4 subuh saya sudah harus di Bandara. Karena tanggal 27 Februari, tanggal saya berangkat itu adalah hari ulang tahunnya Sandra, pacar saya, saya ajak dia makan malam, tanggal 26 malam, agar dia tidak merasa dilupakan, piece sayang, hehehe…. Seperti biasa, malamnya saya full tidak bisa tidur. Saya bangun jam 4 pagi, setengah 5 sudah berangkat diantar oleh Sandra, lewat Tol Bali Mandara, tapi tidak punya kartu elektronik, alhasil tidak bisa lewat. Untung ada seorang Bapak2 yang mau minjemin kartunya, habis itu saya kasi dia uang ganti 5000 rupiah. Sampai di Bandara Ngurah Rai, saya lanngsung Check in, saya suruh Sandra parkir dulu, nanti baru kita ketemu untuk perpisahan di dalam. TETAPI, saya tidak tahu kalau sudah check in, tidak bisa bertemu lagi. Harusnya ritual perpisahannya di luar sebelum check in. Akhirnya nggak sempet ngucapin salam perpisahan sama Sandra, huhuhu….
|
Kejadian buruk menunggu di depan mata. Karena di tiket pesawat saya tertulis jatah bagasi koper 20 kg dan jatah bagasi tas gendong 10 kg, saya mengira kedua tas itu ditimbang. Pas saya tanya mbak-mbak petugas check in nya, tas ini juga ditimbang mbak; dia jawab, ya sekalian. Baru saya timbang tas gendong saya, eh tasnya ikutan pergi ke bagasi; saya tidak menyangka akan dibawa ke bagasi pesawat; saya kira nanti akan dikembaliin tas gendongnya; malah saya santai langsung ke imigrasi. Dan petugas imigrasinya bertanya, nggak bawa tas. Saya lihat semua orang bawa tas. Lah disitulah saya sadar bahwa tas saya ikut dibawa ke bagasi pesawat. Saya langsung meminta ijin petugas imigrasi untuk balik ngambil tas, tapi saya tinggal jiket, hape, dompet, passport, dan ikat pinggang yang tadi dicek di imigrasi, karena saya mengira ngambil tasnya akan cepat. Pas saya tiba di tempat check in, Mbak-mbak petugasnya bilang tasnya sudah di bawah deket pesawat; kemudian dia menelpon porter untuk membawakan tas saya. Hampir setengah jam saya tunggu tasnya nggak datang-datang juga.
|
Saya terus datangin mbak-mbak petugas check in nya. Akhirnya tas saya datang juga. Saya langsung lari ke imigrasi lagi, terus diperiksa lagi. Dan saya jalan menuju pintu keberangkatan. Sesampainya di ruang tunggu keberangkatan, saya belum makan; saya takut akan muntah di pesawat karena perut kosong, jadilah saya beli mie sedap siap seduh yang kayak pop mie itu; buset harganya 50 ribu. Yah, tapi nggak apa-apa, saya beli saja. Setelah terbang selama 3 jam, saya sampai di KLIA2, Malaysia. Perut saya lapar, mau belanja. Saya buka tas, mau ngambil uang ringgit dan dollar yang saya masukkan ke dalam amplop, terus saya masukkan ke dalam tas tadi malam. Dan betapa terkejutnya saya, amplopnya tidak ada. Uang saya hilang. Saya saat itu langsung yakin pasti diambil porter tadi saat tas saya masuk bagasi.
|
Transit 5 Jam di KLIA2 Malaysia
Saya tidak punya uang sama sekali. Hanya ada 500 ribu uang rupiah di dompet saya. Saya sangat sedih, kok tega sekali mereka ngambil uang saya tanpa memikirkan bagaimana nasib saya pergi tanpa uang.
|
Saya berusaha menenangkan pikiran. Saya harus bisa mengikhlaskan ini agar masalah ini tidak merusak semua kegiatan yang akan saya lakukan selama workshop nanti. Saya yakin uang itu adalah hak saya, walaupun tidak dapat saya nikmati sekarang, uang itu akan kembali suatu saat nanti dalam bentuk hal lain. Perasaan saya sedikit tenang karena saya tahu nanti di Phnom Penh akan dapat uang saku, setidaknya punya uang untuk beli oleh-oleh dan belanja pas transit 9 jam pas balik ke Bali nanti. Perut saya tidak lapar, tapi tenggorokan saya sangat haus. Saya tahan hausnya. Sebenarnya salah satu teman saya, Mbak Fitri, peserta dari Indonesia, sudah duluan sampai di KLIA2 dia berangkat dari Surabaya, tetapi dia tidak langsung ke transfer desk, dia keluar dulu, harus check in lagi. Saya hubungi dia, saya ceritakan bahwa saya kehilangan uang, dan saya minta tolong dia tukar uang ke ringgit dulu. Dia mau membantu, tapi dia baru bisa check in jam 12 siang. Jadi, saya harus nunggu dan menahan haus sekitar 1 jam lagi. Pada akhirnya, saya ketemu ke 7 peserta workshop dari Indonesia dan saya dapat pinjeman uang untuk beli makan dan minum.
|
Mendarat di Phnom Penh, Cambodia
Jam 4 sore pesawat kami mendarat di Phnom Penh International Airport. Kami melewati imigrasi (petugasnya judes-judes, beda dengan di Bali). Di luar panitia workshop sudah menunggu dengan membawa plang YSEALI. Setelah mengambil koper bagasi, kami langsung berangkat naik mobil menuju ke Phnom Penh. Saya kira perjalananya akan mulus, ternyata Phnom Pengh macet parah sekali. KOtanya juga dalam pembangunan, jadi agak kumuh. Kata temen, Jakarta jauh lebih bagus (saya belum pernah ke Jakarta, hehe). Tapi kalau dibandingin dengan Bali, memang Bali lebih bersih. LO kami, Mr. Sok (20 Tahun) yang mendampingin kami selama workshop ini. Dia adalah seorang mahasiswa jurusan HI yang jadi panitia volunteer dalam workshop ini. Di sepanjang perjalanan menuju hotel, dia cerita banyak tentang Kamboja, orangnya rame sekali, Bahasa inggrisnya bagus.
|
Saya adalah orang yang tidak bisa naik mobil/bus. Saya berusaha untuk tetap tenang, mengatur nafas agar tidak muntah. Keringat tanda akan muntah sudah keluar. Saya tahan. Sampai di hotel (Hotel Himawari, 100 meter dari Royal Palace, belakangnya ada view Sungai Mekong), kita dibagikan satu goodie bag yang berisi kaos, topi, dan botol minum berlabel YSEALI, SIM card local untuk internetan dan kontak panitia, jadwal kegiatan, kartu asuransi, peta Phnom Penh, voucher gratis naik Uber taxi, dan uang saku 125 dollar Amerika (sekitar 1 juta 650 ribu, lumayan saya punya uang, mudah-mudahan sisa buat bayar kos nanti). Kita disuguhi dengan teh yang rasanya hambar dan seperti dicampur sereh.
|
Saya berharap mual saya akan hilang ketika minum the itu, eh ternyata amalah tambah mual. Saya tidak tahan lagi. Akhirnya saya muntah di lobi hotel. Betapa malunya, huhuhu… Mr. Sok akhirnya mengajak saya ke toilet, dia memanggil cleaning service untuk membersihkan muntahan saya. Saya langsung pergi ke kamar, ruang 321 lantai 3. FYI, dalam satu kamar ada satu dapur, satu ruang tamu, dan dua kamar tidur masing-masing dilingkapi dengan kamar mandi dalam. Saya berbagi kamar dengan salah satu peserta dari Filipina, namanya Dan; dan nama saya Dana; hehe. Ketika sampai di kamar, saya melanjutkan muntah saya sampai perut saya sakit. Sehabis mandi, saya dan teman-teman jalan-jalan keluar sambil makan malam di luar (hari pertama, kita bayar makan malam sendiri, hari selanjutnya, makan gratis sepuasnya 3 kali sehari, hehe).
|
Setahun kemudian saya kembali mendaftar dan lolos YSEALI Regional Workshop di Kuala Lumpur Malaysia.
Baca ceritanya dan tonton video perjalanan saya di sini:
|
|
|
|
|
|
|
|